Pertanyaan:
Seputar Jual Beli Dengan Angsuran Dengan Adanya Klausul
Penalti
Apakah akad jual beli dalam kondisi
harga barang ditetapkan dengan tempo dengan angsuran bulanan disertai klausul
syarat penalti di mana nilai angsuran dinaikkan pada kondisi pembeli tidak
mampu atau terlambat membayar angsuran pada waktunya, apakah jual beli tersebut
syar’i?
بسم الله الرحمن الرحيم
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa
barakatuhu.
Jual beli dengan harga segera
(kontan) terakadkan. Demikian juga jual beli dengan harga tempo yaitu dengan
angsuran juga terakadkan. Akan tetapi, tidak boleh harga dinaikkan disebabkan
ketidakmampuan pembeli membayar angsuran tepat waktu. Akan tetapi jika tidak
bayar itu terjadi dari orang kaya yang mengulur-ulur pembayaran maka
terhadapnya dijatuhkan sanksi dari negara, yakni terhadapnya diajukan dakwaan
mengulur-ngulur pembayaran. Hal itu berdasarkan sabda Rasul saw dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Amru bin asy-Syarid dari bapaknya dari
Rasulullah saw beliau bersabda:
«لَيُّ
الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ، وَعُقُوبَتَهُ»
Mengulur-ulur waktu pembayaran oleh
orang kaya yang mampu membayar menghalalkan kehormatannya dan sanksinya.
Layyu yakni mengulur-ulur, dan al-wâjidu yakni orang kaya
yang mampu membayar, dan yuhillu ‘irdhahu yakni halal dikatakan ia
mengulur-ulur dan itu dikatakan dengan keras, sementara ‘uqûbatahu
maknanya jelas (yakni halal dijatuhkan sanksi terhadapnya – pent) …
Jika tidak bayar itu disebabkan
kesulitan, maka dia diberi tangguh hingga mempunyai kelapangan. Allah SWT
berfirman:
﴿ وَإِن كَانَ
ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ وَأَن تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَّكُمْ إِن
كُنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴾
Dan jika (orang yang berhutang itu)
dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui. (TQS al-Baqarah [2]: 280)
Atas dasar itu maka jika terakadkan
jual beli kontan atau dengan angsuran, maka harga telah jadi mengikat kedua
pihak. Tidak boleh dinaikkan harganya dikarenakan ketidakmampuan membayar. Jika
tidak maka itu adalah riba. Jenis riba tersebut dahulu tersebar luas pada masa
jahiliyah. Diriwayatkan dari asy-Syafi’iy ia berkata:
وَكَانَ مِنْ رِبَا الْجَاهِلِيَّةِ
أَنْ يَكُونَ لِلرَّجُلِ عَلَى الرَّجُلِ الدَّيْنُ فَيَحِلُّ الدَّيْنُ،
فَيَقُولُ لَهُ صَاحِبُ الدَّيْنِ: تَقْضِي أَوْ تُرْبِي، فَإِنْ أَخَّرَهُ زَادَ
عَلَيْهِ وَأَخَّرَهُ
Termasuk riba jahiliyah adalah
seorang laki-laki memiliki utang kepada orang lain lalu utang itu jatuh tempo,
lalu pemilik utang (kreditor) berkata: engkau bayar atau engkau tambah, maka
jika ia menunda (mengakhirkan), utangnya dinaikkan dan diakhirkan (ditunda
jatuh temponya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar