Ijarah adalah akad (transaksi)
terhadap jasa tertentu dengan suatu konpensasi. Syaratnya tercapainya keabsahan
akad (transaksi) ijarah adalah kelayakan orang yang melakukan akad yaitu
masing-masing telah mumayyiz (usia pra
baliq), adanya keridoan kesua belah pihak, yang melakukan akad (transaksi),
upah harus jelas. Sabda nabi SAW. Pernah bersabda:
,”apabila salah seorang diantara
kalian mengontrak seorang pekerja, hendaknya ia memberikan upahnya kepadanya
(HR ad-Daruqthni, dari Ibnu Majah)
Imam ahmad juga meriwayatkan
sebuah hadis abu said Ra:
,”Nabi SAW telah melarang
mengkontrak seorang pekerja hingga upahnya jadi jelas bagi perkerja tersebut
(HR Ahmad)
Hanya saja, apabila upahnya belum
jelas akad(transaksi) ijarah tersebut sudah dilaksanakan, maka akad
transaksinya tetap syah. Apabila dikemudian hari ada perselisihan tentang kadar
upahnya, maka bisa dikembalikan pada upah yang sepadan (ajr al-mitsli). Apabila
upah belum disebut pada akad transaksinya (ijarah) terjadi perselisihan antara
ajir dan musta’jir maka dikembalikan pada upah yang sepadan hal ini di qiyaskan
dengan terhadap mahar(mas kawin). Sebab mahar bisa dikembalikan pada mahar yang sepadan ketika mahar
tersebut tidak disebutkan, atau ketika terjadi perselisihan terhadap mahar yang
sudah disebutkan. Ketentuan ini berdasarkan riwayat dari an nasa’I dan
tirmidzi, yang sekaligus mengatakan hadits ini hasan – shahih. Dari riwayat
ibnu mas’id disebutkan:
,”ibnu mas ‘ud pernah ditanya
mengenai seorang pria yang menikahi seorang wanita. Namun, pria tersebut belum
member istrinya shadaqoh (mahar) dan ia pun belum sempat hubungan badan dengan
istrinya hingga ia meninggal, Ibnu
mas’ud berkata,”wanita itu berhak mendapat shadaqoh (mahar) yang sepadan
sebagaimana saudara-saugara wanita
nya(para muslimah)yang lain, tidak perlu ada pengurangan dan penambahan. Ia pun
wajib menjalani ‘iddah serta mendapat warisan. Kemudian ma’qol bin
sinan as syaja’I berkata,”aku melihat nabi SAW. Pernah memutuskan hal itu
terhadap birwa’ binti wasyiq, salah
seorang wanita diantara kami, sebagaimana yang
telah dia alami.”.HR an Nasa’I dan Tirmidzi.
Dengan demikian jika mahar itu konpensasi
akad nikah maka setiap konpensasi dalam setiap akad(transaksi) itu bisa
dianalogkan pada konpensasi akad tersebut. Oleh sebab itu upah dapat disebutkan
menjadi dua yaitu pertama upah yang telah disebutkan(ajirun musamma), kedua
upah yang sepadan(ajir al mitsli).
Adapun upah yang sepadan adalah
upah yang sepadan dengan kerja atau pekerejaannya sekaligus jika akad ijarahnya
menyebutkan jasa kerjanya, atau upah yang sepadan dengan perkerjaannya saja.
Pihak yang menentukan upah adalah semata-mata pihak yang mempunyai keahlian,
bukan Negara dan juga bukan kebiasaan penduduk suatu Negara, melainkan mereka
yang ahli dalam menangani upah kerja
ataupun perkerjaan. Yang hendak diperkirakan upahnya. Adapun para ahli yang
untuk menentukan pijakan upahnya adalah
jasa, baik jasa kerja ataupun jasa perkerjaan. Dala menentukan upah kerja atau
upah perkerjaan para ahli akan
memperhatikan nilai jasanya ditenggah-tenggah masyarakat. Jika terjadi
perselisihan maka dalam menentukan nilai jasa tidak bisa pakai argumentasi atau
hujjah tertentu. Akan tetapi cukup dengan pendapat para ahli tersebut. Pasalnya
masalahnya menyangkut ilmu pengetahuan atas suatu jasa, bukan masalah membangun
argumentasi atas ukuran jasa tertentu. Sebab upah bisa berbeda beda berdasarkan
perbedaan kerja dan perkerjaan serta waktu dan tempat. Adapun ahli yang
memperkirakan upah yang sepadan seharusnya dipilih oleh kedua belah pihak yang
melakukan akad transanksi yaitu pihak ajir dan musta’jir, jika kedua belah
pihak belum memilih ahlinya, atau masih berselisih, maka mahkamah atau
negaralah yang berhak menentukan ahli baginya.